Selesai akad nikah secara Islam ke-2 mempelai ini saya
antar ke gereja utk ikuti pemberkatan nikah.
Ini pasangan yg ke 741 yg kami bantu pernikahanya lantaran tidak sama agama…
Kerapkali kita jumpai pertanyaan “apa hukumnya apabila nikah lain agama, baik yg lelaki atau perempuannya yg muslim, apa sah atau tak menurut Islam? ”. Pertanyaan ini sering nampak terlebih saat kita ada di satu negara yang sebagian besar penduduknya non muslim, seperti di Australia, china, hongkong.. dan lain-lain. Karenanya pada kesempatan ini menghadirkan fikih sehubungan dengan nikah beda Agama.
Ada 2 type menikah lain agama :
1. Perempuan beragama Islam menikah dengan lelaki non-Islam
2. Lelaki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam
Perempuan beragama Islam menikah dengan lelaki non-Islam
Hukum tentang perempuan beragama Islam menikah dengan lelaki non-Islam yaitu beberapa terang dilarang (haram). Dalil yg dipakai untuk larangan menikahnya muslimah dengan lelaki non Islam yaitu Surat Al Baqarah (2) : 221, “Dan jangan sampai anda nikahi wanita-wanita musyrik, sebelumnya mereka beriman. Sebenarnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, meskipun dia menarik hatimu.
Dan jangan sampai anda menikahkan beberapa orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman
. Sebenarnya budak yang mukmin tambah baik dari orang musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, tengah Allah mengajak ke surga serta ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) pada manusia agar mereka mengambil pelajaran. ”
Jadi, wanita musliman dilarang atau diharamkan menikah dengan non muslim, apa pun argumennya. Hal ini seperti dinyatakan dalam Alquran diatas. Dapat disebutkan, bila seseorang muslimah memaksakan dianya menikah dengan lelaki non Islam, jadi akan dikira berzina.
Lelaki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam
Pernikahan seseorang lelaki Muslim dengan perempuan non muslim terdiri atas 2 jenis :
1. Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab. Yang disebut dg Pakar Kitab di sini yaitu agama Nasrani dan Yahudi (agama samawi). Hukumnya bisa, dengan basic Surat Al Maidah (5) : 5, “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang di beri Al Kitab itu halal bagimu, serta makanan anda halal juga untuk mereka. (Serta dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang melindungi kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman serta wanita-wanita yang melindungi kehormatan diantara beberapa orang yang di beri Al Kitab sebelumnya anda, apabila anda sudah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tak dengan maksud berzina serta tak (juga) membuatnya gundik-gundik. Siapa saja yang kafir setelah beriman (tak terima hukum-hukum Islam) jadi hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk juga beberapa orang tidak untung. ”
2. Lelaki Muslim dg perempuan non Ahli Kitab. Untuk kasus ini, banyak ulama yg melarang, dengan dasar
Al Baqarah(2):222,“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
Banyak ulama yg menafsirkan bahwa Al Kitab di sini adalah Injil dan Taurat. Dikarenakan agama Islam, Nasrani dan Yahudi berasal
dari sumber yg sama, agama samawi, maka para ulama memperbolehkan pernikahan jenis ini. Untuk kasus ini, yg dimaksud dengan musyrik adalah penyembah berhala, api, dan sejenisnya. Untuk poin 2, menikah dengan perempuan yang bukan ahli kitab, para ulama sepakat melarang.
margin: 0px; padding: 0px;">
Dari sebuah literatur, dapatkan keterangan bahwa Hindu, Budha atau Konghuchu tidak termasuk agama samawi (langit) tapi termasuk agama ardhiy (bumi). Karena benda yang mereka katakan sebagai kitab suci itu bukanlah kitab yang turun dari Allah SWT. Benda itu adalah hasil pemikiran para tokoh mereka dan filosof mereka. Sehingga kita bisa bedakan bahwa kebanyakan isinya lebih merupakan petuah, hikmah, sejarah dan filsafat para tokohnya.
Kita tidak akan menemukan hukum dan syariat di dalamnya yang mengatur masalah kehidupan. Tidak ada hukum jual beli, zakat, zina, minuman keras, judi dan pencurian. Sebagaimana yang ada di dalam Al-Quran Al-Karim, Injil atau Taurat. Yang ada hanya etika, moral dan nasehat. Benda itu tidak bisa dikatakan sebagai kalam suci dari Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril dan berisi hukum syariat. Sedangkan Taurat, Zabur dan Injil, jelas-jelas kitab samawi yang secara kompak diakui sebagai kitabullah.
Sementara itu, Imam Syafi’i dalam kitab klasiknya, Al-Umm, mendefinisikan Kitabiyah dan non Kitabiyah sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli. Adapun umat-umat lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, rnaka mereka tidak termasuk dalam kata ahlul kitab. Sebab, Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani israil.”
Sementara itu, para jumhur shahabat membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita kitabiyah, diantaranya adalah Umar bin Al-Khattab, Ustman bin Affan, Jabir, Thalhah, Huzaifah. Bersama dengan para shahabat Nabi juga ada para tabi`Insya Allah seperti Atho`, Ibnul Musayib, al-Hasan, Thawus, Ibnu Jabir Az-Zuhri. Pada generasi berikutnya ada Imam Asy-Syafi`i, juga ahli Madinah dan Kufah.
Yang sedikit berbeda pendapatnya hanyalah Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal, dimana mereka berdua tidak melarang hanya memkaruhkan menikahi wanita kitabiyah selama ada wanita muslimah.
Pendapat yang mengatakan bahwa nasrani itu musyrik adalah pendapat Ibnu Umar. Beliau mengatakan bahwa nasrani itu musyrik. Selain itu ada Ibnu Hazm yang mengatakan bahwa tidak ada yang lebih musyrik dari orang yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa. Sehingga menurut mereka menikahi wanita ahli kitab itu haram hukumnya karena mereka adalah musyrik.
Namun jumhur Ulama tetap mengatakan bahwa wanita kitabiyah itu boleh dinikahi, meski ada perbedaan dalam tingkat kebolehannya. Namun demikian, wanita muslimah yang komitmen dan bersungguh-sungguh dengan agamanya tentu lebih utama dan lebih layak bagi seorang muslim dibanding wanita ahlul kitab. Juga apabila ia khawatir terhadap akidah anak-anak yang lahir nanti, serta apabila jumlah pria muslim sedikit sementarawanita muslimah banyak, maka dalam kondisi demikian ada yang berpendapat haram hukumnyapria muslim menikah dengan wanita non muslim.
Secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :
1. Suami Islam, istri ahli kitab = boleh
2. Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram
3. Suami ahli kitab, istri Islam = haram
4. Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram
Dibolehkannya laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab namun tidak sebaliknya karena laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, berkuasa atas isterinya, dan bertanggung jawab terhadap dirinya. Namun perlulah diketahui masih adakah yg namanya wanita ahlul kitab zaman sekarang ? wallahu`alam..itu seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.dan untuk hal satu ini..adalah sulit laki laki menemukan wanita ahli kitab walaupun diperbolehkan.
Islam menjamin kebebasan aqidah bagi isterinya, serta mlindungi hak-hak dan kehormatannnya dengan syariat dan bimbingannya. Akan tetapi, agama lain seperti nasrani dan yahudi tidak pernah memberikan jaminan kepada isteri yang berlainan agama.
Sumber: postingan fb dari Ahmad Nurcholish
antar ke gereja utk ikuti pemberkatan nikah.
Ini pasangan yg ke 741 yg kami bantu pernikahanya lantaran tidak sama agama…
Kerapkali kita jumpai pertanyaan “apa hukumnya apabila nikah lain agama, baik yg lelaki atau perempuannya yg muslim, apa sah atau tak menurut Islam? ”. Pertanyaan ini sering nampak terlebih saat kita ada di satu negara yang sebagian besar penduduknya non muslim, seperti di Australia, china, hongkong.. dan lain-lain. Karenanya pada kesempatan ini menghadirkan fikih sehubungan dengan nikah beda Agama.
Ada 2 type menikah lain agama :
1. Perempuan beragama Islam menikah dengan lelaki non-Islam
2. Lelaki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam
Perempuan beragama Islam menikah dengan lelaki non-Islam
Hukum tentang perempuan beragama Islam menikah dengan lelaki non-Islam yaitu beberapa terang dilarang (haram). Dalil yg dipakai untuk larangan menikahnya muslimah dengan lelaki non Islam yaitu Surat Al Baqarah (2) : 221, “Dan jangan sampai anda nikahi wanita-wanita musyrik, sebelumnya mereka beriman. Sebenarnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, meskipun dia menarik hatimu.
Dan jangan sampai anda menikahkan beberapa orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman
. Sebenarnya budak yang mukmin tambah baik dari orang musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, tengah Allah mengajak ke surga serta ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) pada manusia agar mereka mengambil pelajaran. ”
Jadi, wanita musliman dilarang atau diharamkan menikah dengan non muslim, apa pun argumennya. Hal ini seperti dinyatakan dalam Alquran diatas. Dapat disebutkan, bila seseorang muslimah memaksakan dianya menikah dengan lelaki non Islam, jadi akan dikira berzina.
Lelaki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam
Pernikahan seseorang lelaki Muslim dengan perempuan non muslim terdiri atas 2 jenis :
1. Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab. Yang disebut dg Pakar Kitab di sini yaitu agama Nasrani dan Yahudi (agama samawi). Hukumnya bisa, dengan basic Surat Al Maidah (5) : 5, “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang di beri Al Kitab itu halal bagimu, serta makanan anda halal juga untuk mereka. (Serta dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang melindungi kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman serta wanita-wanita yang melindungi kehormatan diantara beberapa orang yang di beri Al Kitab sebelumnya anda, apabila anda sudah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tak dengan maksud berzina serta tak (juga) membuatnya gundik-gundik. Siapa saja yang kafir setelah beriman (tak terima hukum-hukum Islam) jadi hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk juga beberapa orang tidak untung. ”
2. Lelaki Muslim dg perempuan non Ahli Kitab. Untuk kasus ini, banyak ulama yg melarang, dengan dasar
Al Baqarah(2):222,“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”
Banyak ulama yg menafsirkan bahwa Al Kitab di sini adalah Injil dan Taurat. Dikarenakan agama Islam, Nasrani dan Yahudi berasal
dari sumber yg sama, agama samawi, maka para ulama memperbolehkan pernikahan jenis ini. Untuk kasus ini, yg dimaksud dengan musyrik adalah penyembah berhala, api, dan sejenisnya. Untuk poin 2, menikah dengan perempuan yang bukan ahli kitab, para ulama sepakat melarang.
margin: 0px; padding: 0px;">
Dari sebuah literatur, dapatkan keterangan bahwa Hindu, Budha atau Konghuchu tidak termasuk agama samawi (langit) tapi termasuk agama ardhiy (bumi). Karena benda yang mereka katakan sebagai kitab suci itu bukanlah kitab yang turun dari Allah SWT. Benda itu adalah hasil pemikiran para tokoh mereka dan filosof mereka. Sehingga kita bisa bedakan bahwa kebanyakan isinya lebih merupakan petuah, hikmah, sejarah dan filsafat para tokohnya.
Kita tidak akan menemukan hukum dan syariat di dalamnya yang mengatur masalah kehidupan. Tidak ada hukum jual beli, zakat, zina, minuman keras, judi dan pencurian. Sebagaimana yang ada di dalam Al-Quran Al-Karim, Injil atau Taurat. Yang ada hanya etika, moral dan nasehat. Benda itu tidak bisa dikatakan sebagai kalam suci dari Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril dan berisi hukum syariat. Sedangkan Taurat, Zabur dan Injil, jelas-jelas kitab samawi yang secara kompak diakui sebagai kitabullah.
Sementara itu, Imam Syafi’i dalam kitab klasiknya, Al-Umm, mendefinisikan Kitabiyah dan non Kitabiyah sebagai berikut, “Yang dimaksud dengan ahlul kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli. Adapun umat-umat lain yang menganut agama Yahudi dan Nasrani, rnaka mereka tidak termasuk dalam kata ahlul kitab. Sebab, Nabi Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani israil.”
Sementara itu, para jumhur shahabat membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita kitabiyah, diantaranya adalah Umar bin Al-Khattab, Ustman bin Affan, Jabir, Thalhah, Huzaifah. Bersama dengan para shahabat Nabi juga ada para tabi`Insya Allah seperti Atho`, Ibnul Musayib, al-Hasan, Thawus, Ibnu Jabir Az-Zuhri. Pada generasi berikutnya ada Imam Asy-Syafi`i, juga ahli Madinah dan Kufah.
Yang sedikit berbeda pendapatnya hanyalah Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal, dimana mereka berdua tidak melarang hanya memkaruhkan menikahi wanita kitabiyah selama ada wanita muslimah.
Pendapat yang mengatakan bahwa nasrani itu musyrik adalah pendapat Ibnu Umar. Beliau mengatakan bahwa nasrani itu musyrik. Selain itu ada Ibnu Hazm yang mengatakan bahwa tidak ada yang lebih musyrik dari orang yang mengatakan bahwa tuhannya adalah Isa. Sehingga menurut mereka menikahi wanita ahli kitab itu haram hukumnya karena mereka adalah musyrik.
Namun jumhur Ulama tetap mengatakan bahwa wanita kitabiyah itu boleh dinikahi, meski ada perbedaan dalam tingkat kebolehannya. Namun demikian, wanita muslimah yang komitmen dan bersungguh-sungguh dengan agamanya tentu lebih utama dan lebih layak bagi seorang muslim dibanding wanita ahlul kitab. Juga apabila ia khawatir terhadap akidah anak-anak yang lahir nanti, serta apabila jumlah pria muslim sedikit sementarawanita muslimah banyak, maka dalam kondisi demikian ada yang berpendapat haram hukumnyapria muslim menikah dengan wanita non muslim.
Secara ringkas hukum nikah beda agama bisa kita bagi menjadi demikian :
1. Suami Islam, istri ahli kitab = boleh
2. Suami Islam, istri kafir bukan ahli kitab = haram
3. Suami ahli kitab, istri Islam = haram
4. Suami kafir bukan ahli kitab, istri Islam = haram
Dibolehkannya laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab namun tidak sebaliknya karena laki-laki adalah pemimpin rumah tangga, berkuasa atas isterinya, dan bertanggung jawab terhadap dirinya. Namun perlulah diketahui masih adakah yg namanya wanita ahlul kitab zaman sekarang ? wallahu`alam..itu seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.dan untuk hal satu ini..adalah sulit laki laki menemukan wanita ahli kitab walaupun diperbolehkan.
Islam menjamin kebebasan aqidah bagi isterinya, serta mlindungi hak-hak dan kehormatannnya dengan syariat dan bimbingannya. Akan tetapi, agama lain seperti nasrani dan yahudi tidak pernah memberikan jaminan kepada isteri yang berlainan agama.
Sumber: postingan fb dari Ahmad Nurcholish